Senin, 01 Mei 2017


FAETURE



RELA MENINGGALKAN KAMPUNG HALAMAN DEMI BERDAKWAH DI KOTA PAHLAWAN

Perintis pertama TPA Al Hidayah Baskara Sawah

“Melihat sekilas kondisi di TPA AL- HIDAYAH begitu sangat memprihatikan,bagaimana tidak? Bangunan yang berukuran sekian-sekian tidak memiliki ventilasi, sehingga membuat anak-anak TPA kepanasan ketika sholat dan saat mengaji.namun dibalik keadaan kondisi bangunan ini memiliki cerita-cerita penuh hikmah yang di alami ibu wartik dan santri-santri Al- Hidayah.Sudah lebih dari satu tahun tinggal di kota yang mayoritas muslim dimana masa yang penuh perjuangan kesabaran dalam menghadapi itu semua.bagi ibu wartik wanita kelahiran 65 tahun silam yang lalu akan tetapi dibalik itu semua ia justru menemukan perjalanan hidup yang membuat dirinya menjadi orang yang kuat dan penuh kesabaran.
“Kisahnya pada tahun 2010 ibu wartik berpindah tempat tinggal ke surabaya di jln. Baskara sawah yang dimana disinilah  saya melanjutkan untuk mengajarkan ilmu agama dan mengajarkan al-quran kepada anak- anak TPA Al-Hidayah disamping saya dibantu mengajar oleh para mahasiswa STAIL yang ditugaskan di TPA ini untuk mengajarkan ilmu agama islam dan menghafal Al Quran.Di tengah-tengah kerasnya ekonomi di surabaya,akan tetapi saya selalu sabar dan semangat dalam menjalani amanah.untuk membina anak-anak agar menjadi lebih baik dan insyallah sebisa mungkin anak-anak bisa memperdalam agama islam.karena orang di dunia ini hanya sekedar makan tiap hari, dan makan tidur,makan tidur, itu bukan manusia melainkan hewan karena seharusnya orang yang hidup di dunia ini, itu mencari dunia akhirat.tetapi jika tidak mempunyai bekal dan lebih baik mewah di akhirat dari pada mewah di dunia.contohnya seperti saya inilah yang posisinya banyak kekurangan .
“Alhandulillah dengan cara saya bersabar,saya bisa mencari banyak bekal ketika di akhirat entah itu hasil atau tidak ada hasil tetapi saya tetap berusaha.itulah motivasi saya untuk tetap bertahan mengajarkan anak-anak ilmu agama islam.
Seketika itu,saya sangat tergiur karena seharusnya orang memikirkan masalah,akhirat tiadak karena tidak selamanya orang hidup pasti yang kekal di akhirat.ketika waktu berjalan saat  saya mengajar di TPA Al- Hidayah begitu banyak yang tidak suka karena disnini sukanya ngerompi tetapi tujuannya tidak jelas,dan pikira saya tetap semangat,kuat,dan lapang dada.saya menganggap orang yang tidak suka dangan saya  itu adalah sebuah radio yang rusak .saya pun tidak mikir apa penilaian orang bagaimana dan saya takut yang menilai it sang pencipta.
“Pada awal saya mengajar di baskara ini tetapi sebelumnya saya sudah pernah ngajar sebelumnya di desa.ngajar anak-anak yang belum tau huruf dan oranag tua yang belum bisa sholat dan sampai anak anak yang bisa khatam Al- Quran dan banyak dikampung saya orang tua sudah sholat.Pada waktu mulai ngajar ngaji di baskara pada tahun 2010 sampai saat ini ketika saya ngajar disini dulu muridnya tidak terlalu banyak karena terlalu banyak anak-anak laki-laki yang nakal dan salah bergaul dan hampir habis.
“Akhirnya pun saya berusaha  dan jalan terus semangat agar TPA ini tidak kosong dan pada waktu itu sampai semesternya SAPRIJUL anak-anak tersisa 3 orang.
“Pada saat angkatan tahun ini yudi dan wawan mengajar,saya selalu berusaha banget walaupun yudi tidak saya ajak untuk datang ke rumah orang-orang yang mempunyai anak dan selalu saya berikan motivasi agar mau mengaji dan seperti kemarin semua anak-anak saya bagikan IQRA agar anak itu semangat dan alhamdulillah sekarang,yang kemarin tidak tidak mengaji dan sekarang bisa mengaji lagi.walaupun contohnya keaadaan musholah memiliki ke kosongan,seumpama “mau ngepel tidak ada alat,lalu kipas angin ketika anak-anak mengaji itu kepanasan,tetapi saya selalu berusaha untuk minta ke wali-wali murid untuk kebersihan,jadi saya tidak takut mau di bilangi begini-begini yang penting saya sudah berusaha bukan untuk untuk makan saya tetapi untuk musholah.
Sejak dulu memang saya diberikan amanah dari anak-anak STAIL yang dulu,jangan sampai musholah nya kosong dan saya harus berusaha agar musholahnya jangan sampai kosong.dan tujuan saya agar anak –anak sini bisa pintar,dan sama orang tua sopan.terhadap lingkunga dia bisa baik juga,dan alhamdulillah selama yang di ajarkan yudi ada hasil dan alhamdulillah lancar baca Al- Quran.
“Selama beberapa tahun ini bantuan donatur kepada TPA Al Hidayah dari kejawan 1 dan mulyosari timur 1.tetapi donatur saya ini tidak langsung tidak memberikan uang hanya kalau butuh IQRA atau AL QUR,AN langsung di berikan.
“Selama saya mengajar tidak ada bayaran apapun dan tanpa pambrih dan tidak ingin di puji orang dan hanya mengharap pahala dan ikhlas.disaat ketika anak-anak malas ngaji kendalanya karena anak-anak sini itu aggak manja,dan saat ngajar aggak keras sedikit dan menjadi takut,akhirnya pun anak-anak malas ngaji dan terkadang nangis.yang saya takutkan anak- anak malas ngaji takutnya musholahnya kosong lagi dan anak-anak disini susah mau di ajak ngaji lagi,ini ketakuatan saya .
“Jadi motivasi saya buat anak-anak kalau memang betul-betul mau mencari ilmu,seharusnya anak-anak bisa terima dan nurut ketika diajarkan yang baik baik oleh kakak-kakaknya.

“Jadi keinginan saya kedepannya jangan sampai ini musholah kosong dari jamaah atau anak-anak-anak ngaji rutin dan seumpama ada donatur masuk misalnya kalau ada barang-barang yang kurang contonya,musholahnya perlu di chat dan yang saya harapkan agar perkembangan musholahnya kedepan bisa lebih baik ,dan anak-anak lebih baik.

Ceramah di Madinah, Habib Rizieq Ungkap 'Rahasia' Soal Aksi Bela Islam


OPINI


Ceramah di Madinah, Habib Rizieq Ungkap ‘Rahasia’ soal Aksi Bela Islam

Sejak tercium kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Shihab, di Madinah, Arab Saudi, banyak masyarakat di sini ingin menemuinya.
            Tak ketinggalan “amang amang” pekerja di Masjid Nabawi, yang ikut rela meninggalkan tugasnya untuk hadir melihat dan ikut menyimak kajian Habib Rizieq.
Hari itu, di lantai 12 losmen Hotel Movenpick, pembawa acara menyampaikan bahwa acara ini berlaku atas dorongan jamaah yang ingin berjumpa Habib Rizieq dan masyarakat Madinah (baik pekerja dan mahasiswa) di Kota Suci Madinah.
Seperti biasa, dalam ceramahnya, dengan suara lantangnya Habib Rizieq tidak henti-henti memantik hadirin dengan spontan memekikkan takbir.
Pengamatan kontributor hidayatullah.com, mereka secara spontan berteriak “Allahu Akbar” begitu mendengar penjelasan Habib Rizieq terkait perpolitikan dan dakwah di tanah air.
“Aksi Bela Islam jilid 1, 2, 3 bisa besar mengapa?” tanya Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI itu kepada hadirin, Sabtu malam, 29 April 2017 waktu Arab Saudi.
Kata dia, semua itu berkat pertolongan Allah, bukan karena habib, bukan kiai, dan bukan karena partai politik.
“Banyak yang mencoba menunggangi aksi kita, mulai partai politik sampai komunis sekalipun mencoba masuk.
Tetapi tim sudah solid dari awal bahwa kita hadir untuk umat bukan kepentingan golongan manapun,” ungkapnya.
“Anda boleh NU, anda boleh Muhammadiyah, Persis, HTI, tablig ataupun ormas manapun. Namun perlu diingat, bahwa tujuan kita adalah Aksi Bela Islam, bukan bela ormas apalagi partai politik,” tambahnya.
Habib Rizieq mengungkapkan, salah satu jasa terbesar terlaksananya Aksi Bela Islam ketika itu adalah, banyaknya cyber Muslim yang secara spontan terketuk hatinya untuk memperjuangkan Islam lewat media sosial (medsos).
“Kalau mau berpikir melawan media cetak dan elektronik, kita tidak bisa apa-apa, karena mereka semua yang punya. Tapi kita punya Allah, belum orang mendengar kabar di televisi namun sudah tersebar di WhatsApp, Facebook, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Tak luput, Habib Rizieq menyampaikan nasihat kepada para penuntut ilmu di Kota Nabi, yang sejak selepas isya di Masjid Nabi mereka antusias memadati ruang acara untuk mendapat kabar terkini seputar medan dakwah di Indonesia.
Habib berpesan kepada mereka untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya, dimana umat butuh dicerahkan dan dibina dengan ilmu yang benar.
“Jangan sampai pulang malah membuat umat semakin bodoh seperti ulama-ulama (yang mengaku ulama. Red) tetapi berfatwa yang nyeleneh, seperti membolehkan pemimpin kafir dan fatwa-fatwa ngawur lainnya,” pesannya.
Beliau menutup dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Yang intinya, sabda Rasulullah itu berpesan agar umat Islam hidup berjamaah.

Diketahui, kedatangan Habib Rizieq dan rombongannya ke Arab Saudi dalam rangka antara lain menunaikan ibadah umrah. 

GP Ansor Malang Akui Dibalik Penolakan Kajian Remaja ust.Felix Siauw,Begini Alasanya


OPINI

GP Ansor Malang Akui Dibalik Penolakan Kajian Remaja Ust. Felix Siauw, Begini Alasannya

   Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Malang HM Nur Junaedi Amin mengakui bahwa GP Ansor menolak Kajian Remaja yang dibawakan oleh Ustadz Felix Siauw pada hari ahad, 30 April 2017.

Junaedi menjelaskan bahwa alasan penolakan terhadap Ustadz Felix Siauw demi menjaga keutuhan Pancasila sebagai dasar negara dan menjaga pesatuan masyarakat.

Dalam keteranganya, Junaedi juga mamaparkan bahwa pihak GP Ansor menolak Ustadz Felix Siauw secara persuasif dengan menggandeng pihak kepolisian.

"Kita lakukan pendekatan persuasif, PC GP Ansor Malang bekerja sama dengan kepolisian karena mereka yang berwenang membubarkan acara," ujar Junaedi seperti dilansir republika, Senin (1/5/2017).

Penolakan GP Ansor terhadap Ustadz Felix Siauw karena kegiatan tidak berizin dan sosok tersebut kerap kali mengkampanyekan Khilafah di Indonesia.

Lebih lanjut Junaedi memaparkan bahwa GP Ansor, berupaya menjaga Pancasila sebagai dasar negara. Organisasinya mempertahankan keutuhan Indonesia yang lahir atas dasar keberagaman dan kebersamaan. "Jangan seenaknya saja berdakwah tanpa mengindahkan nilai toleransi," papar Junaedi.

Seperti diberitakan sebelumnya kajian remaja dengan narasumber Ustadz Felix Siauw dibubarkan paksa oleh pihak Kepolisian Resort Malang pada hari ahad, 30 April 2017 pukul 10:30.(baca:Kajian Ustadz Felix Siauw Dibubarkan Paksa oleh Polisi). 

Pendidikan Tidak Menghasilkan Orang Terdidik,Namun Hanya Orang Pintar Semata

OPINI

Pendidik tidak menghasilkan orang terdidik, namun hanya orang pintar semata

Pada era perkembangan jaman sekarang ini kerap terjadi tindakan memalukan didalam organ negara kita seperti kasus korupsi, suap, mafia pajak, dan sebagainya. Namun tidak disangka sangka ternyata pelaku kasus kejahatan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah orang-orang pintar yang notabennya memiliki ijazah dan gelar sarjana hingga seorang doktor.
Menanggapi fenomena ini, seperti telah terjadi pola pendidikan yang tidak benar telah terjadi di negara kita . Pola pendidikan yang saat ini, tengah diterapkan di negara kita hanya mengacu pada ilmu duniawi semata sehingga hanya menghasilkan orang pintar semata, namun tidak menghasilkan orang dengan budi pekerti yang baik.
Akibatnya lulusan yang notabennya merupakan orang-orang pintar tersebut malah menggunakan kepintaran mereka untuk melakukan kejahatan dan menindas kaum yang lebih lemah dari mereka. Padahal mestinya mereka menjadi pemimpin sekaligus penolong yang mampu bermanfaat untuk banyak orang.
Banyak sekali orang-orang pintar dan terhormat yang tertangkap basah tengah melakukan tindakan suap bahkan korupsi. Meskipun mereka memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan mengaku sebagai manusia yang beradab dan beragama namun memiliki tindakan yang memalukan dan bersifat merugikan.
Umumnya ketika seseorang terlibat kasus kejahatan, mereka tidak akan pernah sendirian. Namun mereka tertangkap tangan melakukan kejahatan secara bersama. Mirisnya lagi, ketika telah tertangkap tangan melakukan kejahatan mereka masih bisa menebar senyum lebar di muka masyarakat seolah tidak terjadi apa-apa dan tidak merasakan malu atas apa yang telah mereka perbuat.

Dalam hati masyarakat bertanya, apakah mereka tidak pernah diajari pengetahua bahwa memakan harta yang bukan merupakan haknya adalah perbuatan dosa yang hukum dalam agama adalah haram. Mungkin mereka memang telah hilang akal sehatnya dan putus urat malunya. Maka dari itu, sistem pendidikan di negara ini harus segera diperbaiki agar tidak menghasilkan orang pintar saja namun juga melahirkan orang yang berpendidikan baik secara jasmani dan rohani.

Dari Petani Untuk Mahasiswa

FEATURE


                                                     Dari Petani Untuk mahasiswa

      Kesadaran bahwa pendidikan begitu penting bagi anak-anaknya dan kewajiban menuntut ilmu menjadi penyemangat bagi Kadun untuk memperjuangkan keinginan anaknya menjadi seorang mahasiswa.Tak mengenal apa pekerjaan yang ia lakoni dan tak perduli berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sekolah anaknya.
Sejak tahun 2010, anaknya mulai duduk dibangku perkuliahan. Bermodalkan hasil sawah yang didapatkannya ketika musim panen lalu, ia mampu memasok kebutuhan biaya yang harus dibayarnya. Mulai dari pembayaran DPP jurusan Komunikasi yang agak mahal, semua pembayaran dikampus hingga pembayaran uang kos.
     Kadun adalah seorang petani di sebuah desa yang terletak di kecamatan Pandaan, kabupaten Pasuruan. Umurnya yang sudah setengah abad tak mengahalangi niat baik anaknya untuk menuntut ilmu. Dia tak pernah bosan menjalankan rutinitas yang sudah lama ia lakoni sejak kecil. Mulai berangkat kesawah sebelum matahari terbit kemudian pulang untuk sholat dhuhur dan kembali lagi kesawah sampai sebelum matahari tenggelam.
“Begitulah rutinitas saya setiap hari, kami tak menyebutnya ke sawah melainkan ke kantor. Bukan hanya orang kota saja yang ke kantor. Petani seperti saya juga ke kantor, yakni sawah,” ucapnya dengan sedikit tawa.
        Bapak beranak tiga ini tak ingin nasib anaknya berakhir seperti dirinya yang harus putus sekolah sejak Sekolah Dasar lantaran keterbatasan dana. Ia memang lahir dari keluarga miskin pasangan petani Syukur   Semua pekerjaan ia lakoni untuk menutupi biaya hidupnya. Mulai menjadi petani, tukang panggul gabah hingga menjadi makelar gabah di desanya.
Jika petani lain akan kaya dengan hasil panennya ketika waktu panen tiba, tidak dengan petani yang satu ini. Pekerjaan yang dilakoninya sebagai makelar gabah di desanya menuntutnya untuk berhutang demi menutupi pembayaran gabah yang dijual kepadanya. Dia harus mengangkut gabah yang dijual kepadanya, satu-persatu karung gabah diangkutnya ke gudang dengan motor Suzuki yang sudah tua. Karung demi karung diangkatnya ke atas timbangan untuk ditimbang. Kemudian ditatanya dengan rapi tumpukan gabah itu didalam gudang menunggu giliran untuk dijemur dan menunggu waktu yang tepat untuk dijual agar mendapatkan keuntungan yang sepadan. Akan tetapi, tak jarang juga ia mengalami kerugian jika sewaktu-waktu harga gabah atau kedelai turun.
       Baginya, tak gampang menjadi seorang petani. Ia harus mampu memutar otak agar hasil panen bisa mencukupi semua kebutuhan hidup. Meskipun hasil panen jika dihitung kelihatan  banyak, tetapi sebenarnya keuntungan yang didapatkannya tak sebanding dengan modal yang digunakan untuk menanami kembali sawahnya dan perawatannya.


Belajar Itu Tuntutan Hidup Setiap Manusia

FEATURE


                                               Belajar Itu Tuntutan Hidup Setiap Manusia

     Keringat yang menetes tak menghalangi terkembangnya sebuah senyum di bibirnya saat kami bertemu. Raut wajahnya sedikit lelah, namun ia toh tak menggubrisnya. Dari serambi Musala FIB UI, Ibnu Maroghi bercerita tentang idealismenya dalam menuntut ilmu.
Lelaki berumur 21 tahun ini sekarang tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Indonesia di Universitas Indonesia. Namun, pada transisi tahun 2009-2010, ia tak lebih dari seorang karyawan lulusan STM N Pembangunan (sekarang SMK Negeri 26) yang bimbang tentang masa depannya. Pada saat itu, gaji bulanan telah ia dapatkan sebagai seorang drafter di sebuah perusahaan konsultan bangunan di kawasan Pasar Minggu.
    Mimpi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tentu merupakan sebuah dilema karena kuliah akan membuatnya mengorbankan pekerjaannya. Hal itu belum termasuk biaya kuliah yang harus ia tanggung. Mengandalkan orang tua jelas tak mungkin. Profesi ayahnya sebagai guru mengaji di sebuah musala dekat rumah hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari sekaligus sekolah adiknya. Sebagai sulung, ‘anak STM’ ini diharapkan mampu membantu keluarga secara finansial, setidaknya dengan cara mencukupi kebutuhan pribadinya sendiri. Namun, sekali lagi, ia ingin kuliah.
    Mengapa ia begitu ingin kuliah? Bukankah orang tuanya menyekolahkan di STM agar cepat bekerja?
“Mengikuti kata hati. Saat itu bukan lagi pertimbangan-pertimbangan ribet nan memusingkan, tetapi sudah dalam tataran jiwa. Saat itu pun sudah kerja, tetapi memang ‘keinginan’ ada di kuliah. Jadi, itulah pilihannya,” jawab pria yang akrab dipanggil Oghi ini.
Awal Januari 2010 merupakan momen penting baginya. Saat itu, Oghi menetapkan hati untuk serius menggapai cita-cita mengenyam bangku kuliah. Berbekal gajinya sebagai seorang perancang ruang bangunan, pria yang berdomisili di Kandangsampi, Klender, ini nekat masuk bimbingan belajar (bimbel) untuk memahami pelajaran IPS SMA. Waktu luang sekecil apapun dimanfaatkannya untuk belajar, baik di kantor maupun di dalam Metromini. Targetnya jelas: lulus SIMAK UI 2010.
Tiga bulan menyulap diri menjadi anak SMA sambil menjalani pekerjaan sebagai drafter terlihat seperti sebuah kegilaan tersendiri bagi Oghi. Sempat ia berpikir bahwa ini merupakan suatu pertaruhan yang tak berguna. Realitas yang hadir dalam wacana ‘bagaimana bayar biayanya?’ hadir untuk menghalangi idealisme yang mulai berkembang.
“Sebetulnya harapan saya sudah punah saat itu. Dan itu berhubungan dengan materi (biaya). Namun, kali ini mentor saya berkata dengan lantang, ‘Duit nanti aja dipikirin. Sekarang fokus belajar!! Emang, lu udah yakin bisa lolos?’ Ucapannya bikin saya semangat lagi,” kenangnya.
Untuk membentengi diri dari pesimisme yang mulai melanda, ia mencari dukungan sana-sini. Buku The Secret karangan Rhonda Byrne, cerita seorang mahasiswa luar kota yang berhasil masuk UI dengan biaya pas-pasan, serta nasihat dari seorang teman nyatanya berhasil mendongkrak motivasinya hingga ia ‘kembali ke jalan yang benar’. Oghi kembali memaknai kekuatan sebuah mimpi yang belakangan dianggap klise bagi sebagian orang. Ia dengan bersemangat menggapai mimpi itu agar menjadi suatu kenyataan yang bisa diraih.
Waktunya tiba. Maret 2010, ia menjalani Seleksi Masuk Universitas Indonesia (SIMAK UI). Di lokasi ujian, ia sempat bertemu teman lama satu sekolah yang ternyata memiliki ‘kegalauan’ yang sama untuk banting setir dari dunia teknik. Bersama-sama, mereka berdoa agar dapat bertemu lagi sebagai mahasiswa di kampus yang sama.
Segala puji bagi-Nya. Beberapa bulan setelah ujian, Oghi dinyatakan masuk UI. “Waktu itu, saya langsung lari keliling terminal Rawamangun sambil teriak-teriak saking senengnya.” Sambil tetap berdoa, pria Betawi ini bersiap untuk menyempurnakan ikhtiarnya. Ia mengundurkan diri dari pekerjaannya, meminta keringanan biaya dari pihak kampus, serta memikirkan pekerjaan sambilan agar dapat membiayai kuliahnya. Selain itu, program beasiswa dari pemerintah pun dibidiknya.
Tuhan tak ragu mencurahkan rizki padanya. Saat ia melayangkan permintaan pengunduran diri, atasan justru membolehkannya tetap bekerja sambil menyesuaikan dengan jadwal kuliah. Oghi tak kehilangan penghasilan bulanannya. Rencananya ‘direvisi’ oleh Sang Mahapencipta.
Rejeki lain datang. Biaya kuliah yang tadinya 5 juta rupiah sebagai uang pangkal dan lima juta rupiah lagi sebagai biaya kuliah per semester ‘terpangkas’ menjadi 300 ribu rupiah (uang pangkal) dan 2 juta (biaya kuliah per semester). “Ini karena saya menunjukkan kemiskinan saya, hahahaha….” Oghi tergelak.
Kedua rizki di atas akhirnya sempurna oleh rizki ketiga. Oghi mendapatkan Beasiswa Bidik-Misi dari Kemendiknas sebesar Rp5 juta. “Dua juta saya alokasikan untuk biaya kuliah, sisanya untuk biaya hidup.”
Apa rahasia dibalik pencapaiannya selama ini?
“Rahasianya nggak ada...kecuali yakin sama kekuatan dahsyat kita sendiri dan percaya bahwa hasilnya nanti adalah yang terbaik buat kita. Nothing to lose, istilahnya.”
Sebagai penutup perbincangan kami siang itu, dengan tatapan matanya yang cerah dan senyumnya yang khas, Oghi berpesan untuk anak sekolah yang mengalami keterbatasan biaya namun tetap ingin melanjutkan pendidikannya.
“Ketika masih dalam usia anak dan remaja, jangan pernah berpikir bahwa bekerja lebih baik ketimbang belajar (sekolah). Belajar itu wajib, musti, kudu. Belajar itu tuntutan hidup. Belajar itu sampai akhir hayat. Berusahalah terus untuk bersekolah.”